PT SOLID GOLD BERJANGKA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
mengalami koreksi tipis 0,03 persen dari 6.358 menjadi 6.356 pada
perdagangan pekan lalu. Sementara, pelaku asing mencatatkan beli bersih (net buy) senilai Rp930,15 miliar.
Kepala
Riset Praus Capital Alfred Nainggolan mengatakan pada pekan ini
tampaknya belum akan ada sentimen baru yang mewarnai pasar modal.
Dari
dalam negeri, pasar bakal hanya diwarnai rilis data kinerja emiten
tahun lalu dan pembagian dividen. Sepinya rilis data makro dan ditopang
sentimen 'individu' membuat investor akan cenderung mengandalkan
sentimen global.
Salah satunya, pergerakan yield (imbal hasil) obligasi jangka panjang Amerika Serikat (AS) dan pergerakan harga komoditas.
Pada
pekan lalu, yield untuk obligasi jangka 10 tahun ditutup di level 1,7
persen, menjadi yang tertinggi selama 14 bulan terakhir. Ini membuat
dolar AS menjadi lebih menarik sehingga menekan mata uang regional,
termasuk rupiah."Pergerakan yield masih cukup volatile untuk
pekan ini, sehingga pergerakan dolar AS akan banyak mempengaruhi
volatilitas mata uang regional, termasuk rupiah," katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (22/3).
Untuk
pekan ini, ia menilai sektor yang bakal diuntungkan alias menguat
adalah sektor konsumer yang relatif belum mendapatkan cukup apresiasi
dari pasar. Sejak awal tahun, sektor yang banyak dilirik ialah
perbankan, infrastruktur, dan komoditas.
Konsumer bakal mendapat giliran bersinar pekan ini. Karena itu, ia merekomendasikan saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).
Alasannya, valuasi saham masih relatif murah dengan Price Earning Ratio (PER) sebesar 11 kali. sNormalnya PER perusahaan berada di level 13-15 kali.
"Kalau bicara masalah harga bisa masuk di harga sekarang, antara 6.300-6.500 untuk jangka menengah hingga panjang," jelasnya.
Namun,
karena penutupan pekan lalu emiten telah menguat signifikan sampai 3,17
persen, Alfred melihat potensi koreksi akibat aksi ambil untung (profit taking) di awal pekan.
Secara
keseluruhan, dari analisisnya ia melihat tren positif emiten dengan
level resisten terdekat di level 7.000. Ia memasang harga target di
rentang 7.400-7.500 hingga kuartal kedua tahun ini.
Masih berhubungan dengan konsumsi, dia juga menyatakan perusahaan yang bergerak di bidang peternakan unggas patut dipantau.
Selain
ditopang oleh penjualan selama puasa dan Lebaran, ia menyebut
keseriusan pemerintah menjaga stabilitas harga daging ayam lewat
pemusnahan telur unggas membuat saham poultry menarik untuk dikoleksi.
"Saya lihat dalam 6-7 bulan terakhir pemerintah melakukan intervensi pasar untuk stabilitas harga daging ayam," ujarnya.
Di
sektor terkait, Alfred merekomendasikan saham PT Japfa Comfeed
Indonesia Tbk (JPFA) dan PT Widodo Makmur Unggas Tbk (WMUU). Pasalnya,
ia memproyeksikan emiten dapat memperbaiki kinerjanya di tahun ini dan
merealisasikan target mereka.
Untuk JPFA, ia mengatakan bisa masuk
di level 1.860-1.900 dengan target di level 2.150. Namun ia menyarankan
pasar untuk mewaspadai potensi koreksi akibat profit taking.
Lalu
untuk WMUU ia menyebut investor dapat melakukan akumulasi beli di
posisi 200-208 dengan target di 226 atau untuk investasi jangka menengah
di level 250.
Sektor lain yang berpotensi naik adalah sigaret
atau rokok karena faktor teknikal rebound. Sejak pemerintah mengumumkan
kenaikan harga tarif cukai rokok 2021, perusahaan sigaret cenderung
lesu.
Telah menembus level resistennya, Alfred mengatakan saham PT
Gudang Garam Tbk (GGRM) berpotensi menguat dengan target level 39 ribu
dan level beli sekitar 37 ribuan.
"Sama seperti INDF, karena naik cukup signifikan di awal pekan ada potensi koreksi jangka pendek," kata dia.
Sepaham,
Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menyebut sektor
konsumer bakal dilirik. Seiring dengan kenaikan yield obligasi, investor
akan cenderung beralih ke sektor defensive seperti konsumer.
Adapun saham-saham pilihannya ialah INDF, ICBP, HMSP, dan GGRM.
Sedangkan
secara keseluruhan, ia memproyeksikan indeks bakal menurun ke level
6.200 hingga 6.380 akibat banyaknya sentimen negatif.
"Sentimen yang menopang IHSG cenderung negatif seperti bond yield yang terus meningkat. Rupiah yang melemah sepanjangan minggu masih dapat berlanjut di minggu ini," tutupnya.
0 comments :
Posting Komentar